Desa asal saya terletak di bagian selatan dari pesisir pantai Propinsi Sumatera Barat. Pusat desa dan pasarnya berjarak kurang lebih 1km dari pinggir pantai dan muara sungai. Kemudian pemukiman berkembang jauh berkilo-kilo meter ke arah pedalaman menuju bukit barisan, meliuk-liuk mengikuti aliran sungai. Sebagian besar mata pencaharian penduduk di desa saya, adalah nelayan dan petani. Tentu ada juga yang berprofesi jasa seperti pedagang, penjual makanan, atau tukang kayu. Dan sebagian kecil lagi berprofesi sebagai pegawai negeri, terutama guru.

Muara sungai di kampung halaman saya.

Tidak, saya tidak akan berbicara tentang kampung halaman saya. Hanya saja,  ketika mencoba mengimajinasikan sebuah desa kecil yang terletak di pinggir pantai, untuk keperluan penulisan artikel ini, yang selalu terbayang adalah kampung halaman saya.

Kembali ke topik kita, dalam sebuah perekonomian, tentu tidak ada yang lebih penting selain dari pertumbuhan ekonomi itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi mengacu pada PDB (Produk Domestik Bruto) atau lebih populer dalam istilah bahasa inggrisnya GDP (Gross Domestic Product). Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator yang paling penting untuk dicermati, tidak hanya oleh para ekonom, tetapi juga pengambil kebijakan, otoritas negara, politikus, pengusaha, dan seharusnya juga oleh kita semua.

Tapi, membaca angka pertumbuhan ekonomi yang berseliweran di media,  yang sering jadi bahan perdebatan para ekonom, atau bahkan para politikus — untuk kepentingannnya masing-masing tentunya, sebagian kita mungkin lost dengan makna pertumbuhan ekonomi itu sendiri.
Di sini saya tidak akan berbicara tentang technicality di balik angka pertumbuhan ekonomi dan segala macam teorinya, saya hanya sekedar mencoba  mengingatkan kita  tentang makna dasar dari pertumbuhan ekonomi dan beberapa atributnya dalam tulisan singkat ini.

Alkisah Keluarga Petani dan Keluarga Nelayan di Sebuah Desa

Bayangkan sebuah desa kecil di pesisir pantai yang indah. Desa ini hanya dihuni oleh dua keluarga, sepasang suami istri dengan masing-masing satu anak.  Yaitu seorang petani dan seorang nelayan, berikut anak dan istrinya masing-masing. Mereka berbagi tugas supaya bisa survive di desa itu. Petani menanam padi, sang nelayan menangkap ikan, sementara istri mereka bekerja di rumah (no offense, ladies…), demikian juga anak mereka yang masih di bawah umur.

Katakan setiap hari nelayan memproduksi dua ekor ikan, dan petani memproduksi 1 kilogram beras, umpamanya. Mereka bertransaksi supaya nelayan bisa makan nasi, petani bisa makan dengan lauk. GDP desa itu adalah sebesar 2 ikan dan 1 kg beras. Jika seandainya, seekor ikan dihargai Rp 5 ribu, dan sekilo beras dihargai Rp10 ribu, maka secara  ‘nominal’ dalam nilai uang, GDP desa itu adalah Rp 20 ribu per hari.

Karena di desa itu ada 6 orang, walau yang bekerja hanya 2 orang, maka kalau dirata-ratakan GDP per orang per hari adalah (1/3 ekor ikan + 1/6 kg beras), atau dalam nilai Rupiah, Rp3.300 per hari. Dengan kata lain, GDP per kapita desa itu Rp3.300 per hari.

Mereka Bekerja Lebih Keras

Jika pada tahun berikutnya, petani memutuskan bekerja lebih lama di ladangnya, dan nelayan menghabiskan waktu lebih lama di tengah samudra.  Sehingga, sekarang nelayan bisa menangkap 3 ikan setiap harinya, petani memproduksi 1.5kg beras dalam sehari. GDP desa itu sekarang per harinya meningkat menjadi 3 ekor ikan dan 1.5kg beras. Anggap “harga” tidak mengalami perubahan, Rp 5 ribu untuk seekor ikan dan Rp10 ribu untuk sekilo beras, maka total GDP desa itu dalam nilai nominal uang naik menjadi Rp30 ribu (3 x Rp 5 ribu + 1.5 x Rp10 ribu), yang artinya naik 50% dibandingkan tahun sebelumnya.

GDP per kapita juga naik 50% menjadi Rp5ribu perhari (Rp30 ribu/6 orang)

Dengan bekerja lebih keras atau lebih lama, penduduk desa itu menjadi lebih makmur, karena mereka bisa makan nasi dan ikan lebih banyak.

“Dengan bekerja lebih keras atau lebih lama, penduduk desa itu menjadi lebih makmur, karena mereka bisa makan nasi dan ikan lebih banyak.”

Mereka Meningkatkan Produktivitas Kerja 

Tahun berikutnya, tahun ke tiga, petani dan nelayan memutuskan untuk tetap tidak merubah jam kerjanya. Akan tetapi, mereka merubah menggunakan alat bantu yang lebih baik. Petani yang tadinya bercocok tanam dengan menggunakan tangan, sekarang menggunakan cangkul. Sang nelayan tadinya hanya menggunakan tombak kayu, sekarang menggunakan jaring. Alhasil, nelayan sekarang setiap harinya mampu menangkap 4 ekor ikan, sementara petani mampu memproduksi 2 kilogram beras, dibanding hanya 3 ekor ikan dan 1.5 kilogram pada tahun sebelumnya.

Misal tidak ada perubahan harga. Maka, per hari produksi desa itu dalam nominal nilai uang adalah Rp40 ribu, atau naik 33% dari tahun sebelumnya Rp 30 ribu. Berapa GDP per kapita desa itu sekarang? Dalam nilai riil barang GDP per kapita: 2/3 Ikan + 1/3 kg beras, atau Rp6.600 dalam nilai uang.

Jadi, pada tahun ke tiga desa ini mengalami peningkatan kemakmuran, penduduk — yang cuman berenam itu — bisa makan nasi dan ikan lebih banyak. Apa yang menyebabkan peningkatan produksi atau GDP desa itu? Mereka tidak bekerja lebih lama, tetapi mereka dengan waktu yang sama bisa bekerja lebih produktif dengan berinvestasi pada dan menggunakan teknologi yang lebih baik, yaitu jaring vs tombak kayu, cangkul vs tangan kosong. Kenaikan GDP riil desa itu didorong oleh kenaikan produktivitas.

Menambah Penduduk Untuk Memproduksi Lebih

Pada tahun berikutnya, tahun ke empat penduduk desa menerima sebuah keluarga baru yang bermigrasi ke desa itu, sepasang suami istri dan seorang anak. Penduduk desa sekarang bertambah menjadi 9 orang. Penduduk yang baru migrasi ini profesinya dua, bertani dan nelayan, setengah hari sang ayah dan anak bertani, setengah hari berikutnya mengembangkan layar perahu ke samudera menjadi nelayan. Kemampuan mereka memproduksi sama dengan penduduk desa yang awal. Jadi pada setengah awal hari bercocok tanam keluarga baru ini memproduksi 1kg beras. Pada sore harinya, mereka menangkap 2 ekor ikan

Jadi, dengan penambahan penduduk ini, produksi atau GDP riil desa itu bertambah menjadi 6 ekor ikan dan 3kg beras, dari sebelumnya 4 ekor ikan dan 2kg beras. Dalam nilai uang GDP per hari naik menjadi Rp60 ribu. Terjadi pertumbuhan ekonomi di desa itu sebesar 50%.

Artinya, penambahan penduduk dengan tingkat produktivitas yang sama, akan menaikkan pertumbuhan ekonomi atau GDP, tetapi tidak menaikkan kesejahteraan masyarakat.

Berapa GDP per kapita sekarang? Karena penduduk bertambah menjadi 9 orang, GDP per kapita = Rp60ribu/9 = Rp6.600, sama dengan tahun sebelumnya. Penambahan penduduk baru meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi pertumbuhan per kapita tidak berubah. Artinya, penambahan penduduk dengan tingkat produktivitas yang sama, akan menaikkan pertumbuhan ekonomi atau GDP secara keseluruhan, tetapi tidak menaikkan kesejahteraan masyarakat.

Memberdayakan Sumber Daya Manusia  Secara Maksimal

Tahun berikutnya, tahun kelima, anak sang Petani telah cukup umur untuk bekerja, namun belum se-produktif ayahnya. Anak petani tersebut sehari mampu mampu memproduksi beras 1 kg saja. Jadi GDP riil desa itu sekarang meningkat menjadi 6 ekor ikan dan 4kg beras, atau dalam nilai rupiah menjadi Rp70 ribu. Tentu GDP per kapita mereka juga naik, menjadi Rp70ribu/9 =Rp 7.700.  Jumlah produksi yang lebih banyak dibagi jumlah penduduk yang sama, kemakmuran meningkat.

Kenapa kemakmuran penduduk desa meningkat, meski  sang Nelayan dan Petani tidak bekerja lebih keras atau lama? Meski mereka tidak menggunakan teknologi untuk meningkatkan produktivitas? Peningkatan GDP kali ini disebabkan berubahnya profil demografis dan ketenagakerjaan desa tersebut, penduduk yang tadinya tidak produktif (anak nelayan) sekarang memasuki usia produktif menjadi tenaga kerja produktif.

Yang Dapat Kita Simpulkan

  • Pertumbuhan ekonomi atau GDP riil adalah kemampuan penduduk dalam satu wilayah meningkatkan produksi mereka secara riil
  • Pertumbuhan GDP belum tentu merefleksikan pertumbuhan kesejahteraan jika pertumbuhan GDP per kapita tidak naik.
  • Pertumbuhan GDP per kapita bisa dinaikkan jika kita bekerja lebih keras atau lebih lama
  • Namun ada batasnya berapa lama atau berapa keras kita bekerja, oleh karena itu kita perlu lebih produktif
  • Poduktivitas bisa ditingkatkan dengan melakukan investasi untuk meningkatkan alat produksi dan infrastrukturnya, dan/atau meningkatkan keahlian tenaga kerja
  • Pertumbuhan ekonomi yang sustainable tergantung pada produktivitas, baik karena pekerjanya semakin ahli dan pintar (human capital) dan/atau tersedianya alat/teknologi dalam membantu (fixed capital). Perkembangan tekonologi/fixed capital tergantung dari human capital juga, jadi pengembangan sumber daya manusia pada akhirnya adalah hal yang paling penting untuk meningkatkan kesejahteraan

Dan jangan lupa, keberlanjutan dari pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sangat tergantung dari daya dukung alam. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas yang — langsung atau tidak langsung — meningkatkan eksploitasi sumber daya alam pun ada batasnya. The ultimate sustainable growth adalah peningkatan produktivitas dengan mengindahkan daya dukung alam atau kapasitas planet bumi.

 — Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mata Uang Dalam Jangka Menengah 

— Ke(tidak)sempurnaan Seorang Pemimpin

— Mitos Sharing Economy dan Perusahaan Teknologi

— Black Monday: Ketika Awan Hitam Menyelimuti Bursa

— Louis Vuitton dan Hermes Hanya Jual Merek?

Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com


 

LEAVE A REPLY