Di tulisan yang lain saya telah membahas konsep dasar BOP atau Neraca Pembayaran. Mari kita refresh lagi sedikit di sini. Seperti kita tahu, BOP adalah ringkasan dari arus devisa keluar dan masuk dari suatu negara. Arus devisa (mata uang asing) ini dilandasi oleh aktivitas ekonomi yang berkaitan, yang diperinci dalam komponen-komponen BOP. Misalnya, komponen Neraca Transaksi Berjalan (CA = Current Account) menggambarkan aliran devisa karena aktivitas riil yang berjalan di perekonomian antar negara, seperti ekspor impor barang mau pun jasa, transfer gaji dari pekerja di luar negeri, dan lain-lain.

Komponen lain dari BOP adalah Neraca Modal (KA = Capital Account). Pada dasarnya Capital Account mencatat aliran devisa masuk dan keluar karena aktivitas investasi dan keuangan, baik investasi langsung mau pun investasi tidak langsung. Investasi langsung dalam konteks ini adalah investasi langsung pada sektor riil, misal membangun fasilitas produksi. Investasi langsung lintas negara ini dikenal juga sebagai FDI (Foreign Direct Investment). Sementara, investasi “tidak langsung” adalah aliran investasi yang melalui instrumen keuangan, misalnya pembelian saham atau obligasi perusahaan di pasar modal, atau dikenal juga sebagai investasi portofolio.

Negara yang mengalami defisit current account (neraca transaksi berjalan) membutuhkan aliran modal untuk menambal defisit tersebut. Secara sederhana, negara dengan defisit current account dapat dikatakan impor barang dan jasanya lebih besar dibandingkan ekspor. Pada saat melakukan ekspor, negara tersebut akan menerima pembayaran dalam mata uang asing, misal dollar AS. Sebaliknya, ketika mengimpor barang atau jasa, negara yang bersangkutan harus membayar dengan mata uang asing seperti dollar AS. Jadi, jika Indonesia  mengalami defisit current account artinya kita tidak memiliki mata uang asing/devisa (umumnya dollar AS) yang cukup dalam memenuhi kewajiban impor.

Nah, kekurangan devisa tersebut harus dipenuhi dengan aliran modal asing, baik yang meminjamkannya pada kita, menginvestasikannya di pasar modal, atau pun menginvestasikannya langsung di sektor riil. Semua aktivitas ini dicatat pada capital account.

Jadi, negara yang mengalami defisit current account harus atau pasti capital accountnya surplus. Demikian juga sebaliknya, negara yang surplus current account otomatis akan defisit dalam capital account. Karena current dan capital account memang harus seimbang atau balance, dus Balance of Payment. Walau dalam praktek ada faktor lain yang ‘menyeimbangkan’  BoP, seperti intervensi bank sentral dalam menyerap kelebihan atau menyediakan kekurangan devisa di pasar dalam rangka menjaga stabilitas mata uang dan pasar keuangan.

** Baca lebih lengkap tentang: Memahami Neraca Perdagangan dan Neraca Pembayaran

Net International Investment Position

Negara yang terus menerus memiliki surplus current account, akan secara reguler meminjamkan atau menginvestasikan modal pada negara yang defisit, atau secara umum menyediakan pendanaan. Dengan berjalannya waktu, negara surplus akan memiliki akumulasi piutang atau investasi di negara defisit. Dalam istilah ekonomi, memiliki Net International Investment Position (NIIP) positif. Sebaliknya, negara yang memiliki tren defisit neraca perdangangan dan current account akan terus menerus meminjam dan menerima investasi yang terakumulasi dalam kewajiban internasional pada negara lain, atau dalam kata lain NIIP nya negatif.

Negara berkembang cenderung defisit dalam current account, karena dalam proses pertumbuhannya membutuhkan impor bahan baku, alat produksi, dan lain-lain yang belum bisa diproduksi sendiri. Dan, untuk kebutuhan impor tersebut, mereka butuh meminjam modal pada negara-negara maju. Negara yang kaya dengan sumber daya alam cenderung surplus dalam current account. Tapi tidak selalu demikian, negara-negara di Asia misalnya cenderung surplus dalam current account, kecuali misalnya India atau Indonesia. Negara-negara berkembang di Amerika Selatan dan Afrika, meskipun sebagian kaya sumber daya alam, memiliki kecenderungan defisit dalam current accountnya.

Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Australia juga cenderung defisit, sementara negara-negara maju lainnya seperti Jerman, Swiss, dan Jepang sebaliknya cenderung surplus dalam hal current account.

Tapi perlu saya tekankan di sini, defisit dalam current account bukanlah berarti sesuatu yang selalu negatif atau salah, terutama untuk negara dalam fase pertumbuhan. Akan tetapi negara yang defisit CA, akan rawan terhadap gejolak dan aliran dana global.

Peta Aliran Perdagangan dan Modal Dunia

Dana Moneter Internasional (IMF) menampilkan informasi yang cukup menarik mengenai peta arus perdagangan dan permodalan dunia. Peta ini menggambarkan negara mana yang defisit dan surplus dalam aktivitas perdagangan dan ekonomi internasional. Dalam peta di bawah, modal mengalir dari negara-negara berwarna hijau ke negara-negara berwarna biru.

Negara berwarna biru tua dalam peta ini adalah negara yang mengalami defisit current account, termasuk Indonesia. Yang berwarna hijau adalah negara surplus dan memberikan pendanaan pada negara defisit.
China, Jerman, dan Jepang secara konsisten adalah negara-negara surplus terbesar di dunia.
Amerika Serikat, Inggris, dan Australia adalah negara-negara yang cenderung defisit. Indonesia juga cenderung defisit, walau pun belakangan tidak termasuk 10 besar.

Peta Net International Investment Position (IIP)

Dalam peta di bawah, secara agregat, negara-negara berwarna oranye memiliki ‘hutang’ atau telah ‘menjual’ asetnya pada negara-negara berwarna biru. Dalam kata lain, negara-negara biru  memiliki ‘piutang’ atau ‘investasi’ di negara-negara oranye — secara agregat.

Negara berwarna oranye di peta adalah negara yang memiliki “hutang” pada negara lain, karena secara akumulasi mengalami defisit. Indonesia termasuk dalam kategori ini. Sementara, negara-negara yang memiliki IIP positif, seperti China, Arab Saudi, dan Jerman, artinya memiliki “tagihan” pada negara-negara lain.
China, Jepang, Jerman, karena suplus current account yang konsisten, merupakan negara “kreditor” atau “investor” terbesar di dunia. Negara mini seperti Singapura juga satu dari 10 besar negara kreditor dunia.
Indonesia termasuk satu dari negara Top 10 yang memiliki “hutang” karena akumulasi defisit current account.

BACA JUGA:

Kebebasan Finansial yang Salah Alamat?

— Mitos Sharing Economy dan Perusahaan Teknologi

— Ke(tidak)sempurnaan Seorang Pemimpin

— Menyoal Suku Bunga Kredit yang Tinggi

— Black Monday: Ketika Awan Hitam Menyelimuti Bursa

 

Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com


 

 

 

LEAVE A REPLY