Dalam keseharian kita sebagai bagian dari sebuah organisasi, terutama organisasi bisnis atau perusahaan, seringkali kita menemukan pimpinan yang rasanya membuat kita lelah dengan ketidakkompetenannya. Sebagian dari mereka tidak disiplin. Sebagian dari mereka pengetahuan di bidangnya tidak memadai. Sebagian lagi dari mereka kalau berbicara atau memberikan arahan tidak jelas. Ada juga pemimpin yang jarang muncul berkutat di ruangannya seperti kutu buku. Atau sebaliknya pemimpin yang ‘nggak pernah kerja’ , cuma haha-hihi ke sana-sini, lalu tinggal suruh-suruh kita bawahannya.

Anda tak henti-hentinya heran kenapa orang tersebut bisa menjadi bos Anda, bisa dipromosikan, dipuji-puji atasan. Kecurigaan menumpuk dalam diri Anda, bahwa orang ini bisa menjadi pemimpin hanya karena kongkalingkong, karena politik kantor yang kotor, karena kemampuan yang bersangkutan mendekati atasan, dan lain-lain. Yang bikin Anda kian lelah adalah, makin naik pangkat orang ini, makin keliatan begonya oleh Anda, dan makin banyak rekan-rekan Anda mengamini keluh kesah Anda.

makin naik pangkat orang ini, makin keliatan begonya

Suatu waktu Anda mengikuti pelatihan tentang manajemen dan kepemimpinan, Anda semakin menggeleng-gelengkan kepala. Demikian juga ketika anda mencoba membaca-baca artikel atau buku tentang kepemimpinan. Anda, semakin geram saja,  penilaian Anda selama ini ternyata benar! Dari buku yang Anda baca, atau dari berbagai pelatihan dan seminar yang Anda ikuti, jelas sekali apa yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pemimpin.

Seorang pemimpin diharapkan cerdas secara intelektual dan memiliki kemampuan problem solving. Seorang pemimpin diharapkan memiliki kemampuan interpersonal yang baik. Seorang pemimpin diharapkan memiliki kemampuan berkomunikasi yang bagus. Seorang pemimpin harus positif dan optimis. Seorang pemimpin harus mampu membangun visi yang jelas. Seorang pemimpin harus memiliki kemampuan untuk memotivasi. Seorang pemimpin harus memiliki integritas yang tinggi, disiplin yang baik. Seorang pemimpin harus memiliki empati yang baik. Seorang pemimpin harus selalu ‘hadir’…dan sebagainya

Kenapa orang-orang yang tidak memenuhi syarat di atas malah anda temui menjadi pemimpin?

Lalu, kenapa orang-orang yang tidak memenuhi syarat di atas malah anda temui menjadi pemimpin. Saking sialnya, Anda barangkali belum pernah menemu sosok pemimpin yang memenuhi persyaratan tersebut. Saya ikut berempati pada Anda, your life is so hard, bro.

Jadi, kenapa ini bisa terjadi? Sebetulnya, bukan saja bisa terjadi,  tetapi malah seringkali terjadi, sesering saya mendengar komplain dari teman-teman tentang pimpinannya. Dan jujur saja, saya kadangkala juga melakukan komplain serupa terhadap pimpinan saya dari waktu ke waktu. Tapi, perkenankan saya berbagi cerita sedikit.

Beberapa tahun yang silam, waktu saya masih berkarir di Singapura saya bertemu dengan seorang kawan lama di sebuah kedai kopi. Dalam pembicaraan yang terus mengalir, sang kawan bertanya dengan jujur, kok bisa bisa saya ya mendapatkan posisi menjadi seorang fund manager senior, Direktur Investasi, di perusahaan multinasional tempat saya bekerja waktu itu. Dengan baik-baik dia bilang, “Kamu kan dulu bahasa inggrisnya pas-pasan, kok bisa dipromosi dan dipindah ke Singapura. Kamu kan dulu dari awal keahliannya equity/saham, kok sekarang bisa dipromosi jadi fund manager fixed income dan lalu asset allocation. Kamu kan ke kantor biasanya paling terakhir nongol. Kamu dulu financial modeling aja saya sampai capek ngajarin…” Apalagi ketika belakangan dia tahu saya akan dikirim ke Jakarta menjadi CEO. Tentu, dia tidak iri atau komplain, ini lebih sebuah curiosity dari seorang teman.

Ketika saya sudah menjadi CEO di Jakarta, salah satu bawahan saya, yang kebetulan ekspat berkewarganegaraan asing, sering komplain dan memberikan masukan. Dia merasa saya tidak terlalu aktif bersosialisasi, terutama dengan atasan-atasan di Hong Kong dan Singapura. Saya kadang tidak menghadiri undangan cocktail atau makan malam, atau saya pulang terlalu awal dari acara-acara tersebut.

Pertanyaan, komplain, dan feedback dari teman dan rekan saya itu menggugah saya. Pendapat mereka tentang saya adalah benar. Benar, lima belas tahun yang lalu bahasa Inggris saya seperlunya saja. Sekarang sedikit lebih baik. Benar, awalnya saya relatif newbie  di bidang fixed income dan asset allocation. Benar juga, financial modeling bukanlah kekuatan saya. Betul, saya tidak terlalu aktif bersosialisasi. Benar juga, kedisiplinan bukanlah sesuatu yang dapat saya banggakan.

Jawaban saya sambil bercanda ke teman-teman saya itu adalah: seandainya saya juga jago financial modelling, sudah menguasai asset allocation dari awal, pintar bersosialisasi kemana-mana, disiplin bak tentara, dan lain-lain…mungkin sudah jauh-jauh hari saya ditunjuk jadi CEO, tidak perlu menunggu saya berumur 38 tahun. Atau mungkin saya ditunjuk menjadi menjadi CEO di negara atau bisnis yang lebih besar.

Intinya. Satu, jangan lupa ungkapan dari Inggris ini: nobody is perfect. Kedua, persyaratan panjang untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif seperti yang kita peroleh dalam pelatihan dan membaca buku-buku, dalam dunia nyata seringkali adalah ilusi. Ketiga, seseorang dipromosikan, dipilih menjadi leader, ketika ia dianggap terbaik untuk posisi itu bukan karena dia memenuhi semua persyaratan yang tertulis dalam Harvard Business Review atau buku-buku kepemimpinan terbitan Gramedia.

persyaratan panjang untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif seperti yang kita peroleh dalam pelatihan dan membaca buku-buku, dalam dunia nyata seringkali adalah ilusi

Kemudian, yang keempat, setiap karakter dan  skills, yang dimiliki setiap individu akan dinilai berdasarkan ‘nilai tambahnya’. Bos Anda mungkin ‘goblok’nya minta ampun menggunakan Microsoft Excel, yang justru anda kuasai luar biasa. Tapi dia memberikan nilai tambah dengan memikirkan solusi untuk klien, dan tinggal menunjuk Anda sebagai anak buahnya untuk menindaklanjuti dengan modeling, dan lain-lain.

Bos Anda mungkin ‘malu-maluin’ karena bahasa Inggrisnya pas-pasan. Tetapi ia mungkin pintar membangun jaringan sosial dan bisnis dan membawa peluang bisnis ke perusahaan. Ketika ia butuh berpidato dalam bahasa Inggris di forum-forum pergaulannya, ia tinggal minta Anda untuk menuliskan draftnya. Bos Anda mungkin kalau berbicara ‘kumur-kumur’ nggak jelas. Tapi, dedikasi dan kesungguhannya terhadap pekerjaan, ketulusannya terhadap anak buahnya, mampu menyentuh dan menginspirasi banyak orang.

Kelima, kita mungkin tidak pernah tau sepenuhnya nilai tambah yang dimiliki dan yang telah dihasilkan oleh atasan kita untuk perusahaan, karena ia memiliki berbagai macam stakeholders, selain kita bawahan. Atasan dari atasan kita, atau klien, mungkin lebih mampu menilai nilai tambah tersebut. Dalam kata lain, kita hanya melihat satu sisi dari pimpinan kita, meskipun kita berinteraksi dengan mereka setiap hari.

Lalu, menjawab pertanyaan Anda, kenapa atasan Anda makin dianggap berprestasi dan dipromosikan ke posisi yang lebih tinggi lagi, makin keliatan begonya?  Ingat, pepatah SD, bukankah semakin tinggi sebuah pohon semakin kencang angin bertiup? Di Indonesia, saat ini, melihat dari berbagai media dan apalagi sosial media, manusia yang paling sering dinilai tidak kompeten dan banyak salahnya adalah Pak Jokowi, bukan saya. Siapa yang peduli dengan saya?

Next time, jika Anda menemukan seorang pemimpin yang sepertinya tidak berkualitas, yg pertama anda lakukan sebaiknya bukanlah komplain, tapi mencari tahu: kenapa dengan sedemikian banyak kekurangannya, ia bisa sukses, ia bisa menjadi pemimpin. Pasti ada sesuatu yang luar biasa yang ia milliki.    

Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com


Feel free to share with buttons below. Thank you.

— Baca juga: Memahami Situasi Perekonomian Indonesia Saat Ini – Oktober 2017

— Baca juga: How to Deal with Difficult Persons (within Ourselves)

LEAVE A REPLY