Tahun 2008-2009 merupakan tahun yang cukup menantang, krisis keuangan dan ekonomi global implikasinya sangat riil bagi perusahaan tempat saya bekerja, dan juga bagi saya sebagai seorang pekerja. Fluktuasi di pasar membawa tantangan dan tekanan yang cukup besar bagi kami para fund manager. Kondisi keuangan dan ekonomi dunia memberikan pengaruh yang negatif terhadap bisnis perusahaan. Sebuah masa yang sangat sulit.

Dalam masa sulit, biasanya kita tidak hanya  diuji bagaimana menyikapi dan mensiasati situasi pasar dan bisnis, tapi kita juga diuji dalam menghadapi orang-orang di sekitar kita. Keputusan-keputusan yang harus diambil sekarang dihadapkan pada situasi yang tidak biasa. Tidak hanya itu, para pengambil keputusan pun berada dalam kondisi yang tidak biasa. Semua orang penuh tekanan ketika portfolio yang dikelola tidak sesuai harapan. Klien tidak puas, penuh kekhawatiran, atau tidak peduli akan situasi.

Dalam situasi seperti ini, karakter-karakter “riil” orang-orang sepertinya bermunculan. Saya terus terang mengalami kesulitan menghadapi atasan, rekan kerja, bawahan, dan juga klien. Menghadapi rekan kerja yang keras kepala, menghadapi atasan yang terkesan mau cari selamat sendiri, menghadapi bawahan yang terkesan tidak loyal dan oportunistik. Semua orang sepertinya saling menyalahkan. Tapi dalam hati kadang saya juga bersyukur. “Hmmm…saya akhirnya tau the true color dari kalian semua,” begitu saya bergumam.

Tapi tantangannya adalah, jika semua orang-orang bersikap sulit, tidak kooperatif, maka situasi tidak akan membaik. Keputusan tidak dapat dibuat secara tepat waktu atau dengan kualitas yang baik. Saya mulai frustasi menghadapi beberapa orang, belum dikata lagi latar belakang rekan kerja saya yang dari berbagai negara berbeda.  Tapi ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Curhat sama istri di rumah, ia cuman bilang kalau karakter orang seperti itu ya saya tidak akan bisa rubah, harus tahu cara-cara menghadapinya saja.

Suatu sore, saya pulang sedikit awal dari kantor, dan naik MRT menuju Orchard. Tujuan saya adalah sebuah toko buku di sana. Satu persatu saya telisik rak buku bagian psikologi, business, atau self improvement. Alhamdulillah, akhirnya saya menemukan apa yang saya cari, sebuah buku dengan judul: How to Deal with Difficult People. Ada sekitar 3-4 buku dengan judul serupa, dan semuanya saya beli.

Menenteng buku-buku tersebut dalam perjalanan pulang, saya tiba-tiba memandang hidup dengan lebih optimis. “I will deal with you, guys, ” gumam saya dalam hati. Di rumah, saya memperlihatkan buku-buku tersebut pada istri yang hanya tersenyum.

Duduk di pojok sofa, saya tak menunggu hari terlalu larut malam, karena saya ingin segera mendapatkan strategi dan tips bagaimana menghadapi rekan-rekan saya di kantor, yang cukup banyak dari mereka, menurut saya adalah orang-orang yang sulit dalam bekerja dan bekerja sama.

Saya memulai membuka halaman-halaman buku yang pertama. Ulasan dari buku ini dimulai dengan tipe-tipe orang sulit, atau behaviour sulit dari orang-orang. Contohnya, rekan kerja yang suka komplain. Benar, rekan kerja yang terlalu banyak komplain memang menyebalkan, karena membawa suasana negatif. Karena yang dikomplain akan cenderung membela diri, pada akhirnya boro-boro bisa memecahkan masalah kerja, yang terjadi adalah saling komplain dan membela diri.

Tiba-tiba saya tertegun, dan semakin saya baca uraian buku tersebut makin saya tertegun, dan akhirnya saya tersindir. Kok, buku ini seperti membicarakan saya? Oke, memang belakangan saya sering protes dan komplain pada rekan-rekan kerja dan bawahan, karena saya melihat suasana kerja yang kurang kondusif. Ada sebuah pertanyaan di buku itu, seberapa sering rekan kerja kita komplain. Lalu saya mulai menghitung-hitung komplain rekan saya si A, B, dan yang lain-lainnya. Kemudian, diam-diam saya beranikan diri juga menghitung seberapa sering saya komplain seminggu terakhir: satu, dua, tiga, empat…Saya stop berhitung. “Cukup, cukup…”, kata saya dalam hati.

Lalu saya melanjutkan membaca tipe-tipe difficult persons  lainnya. Seseorang yang selalu merasa benar sendiri, dan tidak bisa menerima masukan dari orang lain. Rekan kerja yang tidak disiplin selalu membuat orang menunggu ketika rapat. Teman yang merasa tau segala hal, selalu berkomentar dan beropini terhadap topik-topik yang seringkali bukan bidangnya, sehingga membuat diskusi bertele-tel. Rekan kerja yang selalu setuju dan mengiyakan apa pun, tetapi tidak ditindaklanjuti. Rekan yang hanya diam dalam rapat, tetapi protes ketika keputusan sudah dibuat.

Ada juga rekan kerja yang selalu pesimis dan skeptis terhadap banyak hal. Teman yang selalu menganggap semua masalah akan dapat dipecahkan, be always positive but do nothing. Rekan kerja yang terlau banyak bercanda dan mengumbar joke dan menghabiskan waktu percuma. Rekan kerja yang terlalu kaku dalam diskusi, sibuk mengingatkan orang untuk tidak begini atau begitu. Rekan yang terlalu sensitif, gampang tersinggung. Rekan kerja yang punya kebiasaan tidak menulis dan menyiapkan laporan dengan baik untuk didiskusikan, lalu cuman bilang ‘saya bisa jelaskan sekarang saja’…Daftar tipe-tipe difficult person itu terus berlanjut.

Ketika membaca ulasan di atas, sesekali saya tertegun, tercekat, untuk kemudian menelan ludah pahit. Karena saya kadang merasa dibicarakan dalam buku tersebut dalam beberapa kasus. Buku itu sepertinya benar, terutama dalam beberapa waktu terakhir ketika situasi pasar, bisnis, dan lingkungan kerja begitu menantang bagi saya. Menarik nafas panjang, saya menutup buku tersebut, dan memandang ke cermin di seberang sofa tempat saya duduk. Dengan sedikit malu saya melihat bayangan wajah saya, dan bergumam : “You are one of those difficult persons…”

Kecuali Anda adalah benar-benar manusia terpilih, ada karakter, atau setidak-tidaknya sikap kita, yang bagi orang lain dianggap menyulitkan. Dengan kata lain, kita semua, dalam waktu-waktu tertentu, dapat menjadi difficult person. Jika menghadapi rekan-rekan kerja yang menyulitkan terasa berat, mungkin akan lebih baik jika masing-masing kita mencoba untuk tidak menjadi difficult person.

Malam itu saya putuskan untuk akan mencari buku satu lagi : “How to Deal with the Difficulties in Yourself”. 

BACA JUGA

Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com


 Feel free to share with buttons below. Thank you.

LEAVE A REPLY