PesawatAegean Airlines yang saya dan keluarga tumpangi hanya melayang rendah sepanjang penerbangan, dan sepertinya tidak dengan kecepatan maksimal. Hanya kira-kira 20 menit sejak tinggal landas dari Athena, pilot mengabarkan bahwa pesawat akan segera mendarat di Thira International Airport. Rute yang sangat singkat, hanya sekitar 30 menit. Penerbangan dari Athena ke Santorini memang tidak terlalu jauh, kurang lebih seperti dari Jakarta ke Bandar Lampung.

Langit telah berubah gelap ketika kami melangkah ke luar bandara, dan seorang lelaki ramah yang tidak bisa berbahasa Inggris telah menunggu, membawa kami ke villa/rumah yang akan kami tempati selama beberapa hari di pulau ini. Tak lebih dari lima belas menit, mobil yang kami tumpangi berhenti di pinggiran desa Oia, dan kami harus turun berjalan kaki menuju villa, karena kawasan desa memang tidak bisa diakses kendaraan bermotor.  Villa yang kami tempati merupakan rumah tradisional yang dibangun di dalam “gua”. Lokasinya di pinggir tebing dan menghadap ke laut lepas. Namun, karena gelap malam tak banyak yang terlihat jelas. Lagipula, kami cukup kelelahan, karena berangkat pagi dari Madrid, sebelum transit di Athena.

Pagi saya terbangun karena istri memanggil dan setengah memaksa saya untuk keluar villa. Begitu saya membuka pintu dan menginjakkan kaki di teras, saya hampir tak percaya dengan apa yang saya lihat, laut biru pekat menghampar luas. Dan di kiri kanan saya adalah rumah-rumah tradisional berwarna putih bersih, dan sebagian dengan aksen biru cemerlang, menjejali tebing-tebing. Sebuah momen yang tak bisa saya ungkapkan sepenuhnya dengan kata-kata.

Keindahan alam pulau Santorini yang membuat saya tertegun dan terkesima ini adalah buah sebuah bencana maha dahsyat. Tiga ribu enam ratus tahun yang lalu, atau tepatnya pada abad 17 sebelum masehi (BC),  letusan luar biasa besarnya dari sebuah gunung berapi mengguncang Pulau Thera di Laut Aegean, Mediterania. Bencana ini menjadi malapetaka besar bagi bangsa Minoan yang mendiami Pulau Thera dan kawasan di sekitar Laut Aegean lainnya. Letusan ini tercatat  sebagai salah satu letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah modern dunia, diperkirakan lebih besar dari letusan Gunung Krakatau.

Letusan ini sedemikian besarnya menjebloskan sebagian besar pulau Thera ke dalam samudra. Pada dasarnya letusan tersebut membentuk kawah raksasa (atau biasa dinamakan kaldera), yang amblas ke dalam laut. Beberapa daratan yang masih tersisa di sekeliling kaldera menjadi beberapa pulau kecil, yang terbesar dinamakan Pulau Santorini.

Tebing-tebing terjal berwarna  hitam yang menghujam ke dalam laut, dan dijejali rumah-rumah berwarna putih bersih, menjadi ciri keindahan Pulau Santorini.  Tebing-tebing terjal tersebut sebetulnya merupakan pinggiran kaldera (kawah) yang terbentuk oleh letusan ribuan tahun lalu itu. Dan laut biru pekat tersebut adalah kaldera itu sendiri yang amblas ke dasar samudra.

Rumah berjejal-jejal di desa Oia

Tebing  yang berwarna hitam dan juga beberapa pantai dengan pasir berwarna hitam eksotik, berasal dari semburan dan lava letusan gunung tersebut. Lava gunung yang telah membatu  memiliki karakteristik yang khas, dan tidak terlalu keras seperti batuan gua. Secara tradisional masyarakat Santorini menggali dan “memahat” tebing-tebing tersebut dan menjadikannya rumah tempat tinggal. Sepintas, ada kemiripan dengan rumah gua tradisional (cave house)  yang ada di Cappadocia, Turki, atau Matera, Italia. Tentu, tinggal di rumah gua tradisional tersebut merupakan sebuah pengalaman yang menarik ketika mengunjungi Santorini, seperti yang saya lakukan bersama keluarga.

Daya tarik utama bagi pengunjung Santori tentu saja keindahan alamnya. Tebing-tebing terjal yang menghujam ke laut biru yang teramat biru. Rumah-rumah dengan arstitektur khas Yunani, berwarna putih bersih dan biru cemerlang, yang berjejer dan berjejal di tebing, merupakan pesona yang luar biasa.

Menikmati matahari terbenam, terutama di ujung desa Oia, adalah salah satu aktivitas yang tak boleh terlewati di Santorini. Demikian juga berjalan menelusuri desa-desa di Pulau Santorini, seperti berjalan dari Thira menuju Oia, melintasi gang-gang sempit di antara rumah-rumah dengan arsitektur dan desain yang khas. Jangan lewatkan jalan-jalan kecil dan terjal naik turun ke arah laut di sepanjang perjalanan. Jangan pula heran, jika Anda banyak menemukan rumah-rumah tua yang terbengkalai di sudut-sudut gang atau di sepanjang tebing.

Sebelum pariwisata berkembang di Santorini, perekonomian di sana tidaklah terlalu menggembirakan. Apalagi ketika gempa besar mengguncang pada tahun 1956, yang menimbulkan kerusakan cukup parah, penduduk Santorini satu per satu meninggalkan rumah mereka dan bermigrasi ke tempat lainke berbagai kota dan negara di dunia. Ratusan rumah-rumah ditinggalkan begitu saja.

Anak-anak saya menikmati berjalan-jalan di sekitar Oia dan Thira.

Santorini juga kaya dengan peninggalan budaya dan sejarah, seperti peninggalan peradaban Bangsa Minoan dari 3.000-4.000 tahun yang lalu yang sudah sangat maju dan berkembang. Excavation sites di Akrotiri sangat layak untuk dikunjungi selain museum di Thira, bagi Anda yang tertarik sejarah dan budaya. Museum Nasional Yunani di Athena juga banyak menyimpan peninggalan sejarah dan pra sejarah Santorini.

Tentu, menikmati lautan biru di sekitar pulau Santorini, baik sekedar melakukan tur dengan kapal atau berenang dan berjemur, juga digemari banyak orang.

Sebagian besar daya tarik Santorini berada di dua tempat, Desa Oia dan kota kecil Thira, keduanya dapat dijelajahi dengan berjalan kaki. Angkutan umum juga menghubungkan Oia dan Thira. Seandainya Anda memutuskan untuk berjalan menuruni tebing berjalan kaki, dan terlalu lelah untuk kembali ke atas, Anda dapat menunggang keledai.  Anda dapat menyewa mobil di sana, jika  ingin mengeksplorasi lokasi-lokasi lain seperti Akrotiri atau perkebunan anggur.

Mengingat reputasi Santorini sebagai salah satu pulau terindah di dunia, dapat dibayangkan pulau ini sangat padat oleh wisatawan ketika musim liburan datang, khususnya di musim panas. Termasuk ribuan wisatawan dari kapal pesiar yang hanya mampir untuk beberapa jam saja.

Dalam pandangan saya, waktu ideal mengunjungi pulau Santorini adalah menjelang akhir musim semi, mulai dari akhir April hingga bulan Mei. Cuaca belum terlalu panas terik, ingat Santorini berlokasi di Mediterania, dan turis juga belum terlalu menyesaki pulau tersebut. Atau bisa juga bulan Oktober. Tapi jika Anda ingin menikmati lautan yang hangat untuk berenang, tentu lebih baik harus menunggu akhir bulan Juni hingga Agustus.

Selain dengan pesawat terbang, Santorini dapat dicapai juga dari Athena  dengan kapal menggunakan kapal ferry sekitar 5-7 jam. Penerbangan langsung dari beberapa kota besar di Eropa juga tersedia, tetapi umumnya hanya pada musim liburan.

Saya menikmati sarapan pagi, mengunyah sepotong roti, di depan rumah sewaan

Meskipun Santorini bukanlah lagi keindahan yang tersembunyi, tapi bagi saya pulau ini adalah salah satu tempat yang paling mengesankan bagi saya di benua Eropa. Membuka pintu rumah gua yang saya tempati ketika terbangun di pagi hari, merupakan momen yang tak akan pernah saya lupakan, ketika bentangan laut biru yang teramat biru menyambut di depan mata.

 

Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com


Feel free to share with buttons below. Thank you.

LEAVE A REPLY