Bicara tentang kemakmuran rakyat, pertumbuhan ekonomi adalah tulang punggung utama untuk mencapai tujuan tersebut. Tidak salah jika pertumbuhan ekonomi merupakan target yang paling penting bagi setiap negara, dan dapat dikatakan menjadi pencapaian politik yang paling utama. Jika sebuah pemerintahan tidak dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang diinginkan rakyat, maka biaya politik yang akan dibayar akan sangat mahal.

Tumbuh

Keajaiban pertumbuhan ekonomi China dalam dua dekade terakhir ditandai dengan fokus pemerintah yang sangat serius dalam mentargetkan pertumbuhan GDP. Dan target ini diteruskan pada tingkat propinsi. Pejabat pemerintah di China sangat mengerti konsekuensi bagi mereka jika tidak mencapai target pertumbuhan GDP ini.

Tidak hanya di China, di Singapura bonus pegawai negeri sipil dikaitkan dengan pertumbuhan GDP. Ketika ekonomi tumbuh dengan baik, maka pegawai negeri di Singapura akan menerima bonus lebih baik juga. Sebaliknya, ketika pertumbuhan ekonomi tidak sesuai harapan, para pegawai negeri bisa gigit jari.

Merata

Pertumbuhan ekonomi yang tiggi tentu tidak ideal jika tidak menyentuh semua golongan masyarakat. Pemerintah dituntut secara politik juga untuk mampu memeratakan hasil pertumbuhan ekonomi tersebut. Ini merupakan tantangan yang cukup besar, karena pertumbuhan ekonomi dunia yang cukup tinggi dalam beberapa dekade terakhir  ditandai oleh makin meningkatnya kesenjangan perekonomian di banyak negara.

Bahkan di AS, bank sentralnya (the Fed) selain memiliki tanggung jawab dalam menjaga nilai inflasi, juga diberi mandat untuk memaksimalkan peluang kerja bagi masyarakat atau meminimalisasi tingkat pengangguran. Jika pertumbuhan ekonomi tidak diiringi dengan turunnya pengangguran, artinya pertumbuhan tidak merata dan tidak dinikmati semua orang. Isu pemerataan, atau ketidak-merataan, bisa dikatakan isu yang paling hangat atau ‘panas’ di banyak negara, termasuk di Indonesia.

Isu pemerataan atau kesenjangan ekonomi bahkan dikhawatirkan memiliki risiko lebih tinggi dari isu pertumbuhan ekonomi itu sendiri dalam  memicu guncangan sosial, yang tentu dapat berujung pada krisis politik. Oleh karena, itu pemerataan pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu agenda politik yang sangat penting.

Stabil

Selain tumbuh dan merata, perekonomian idealnya tentu tidak mengalami riak atau bahkan guncangan yang besar, seperti krisis pertumbuhan, krisis mata uang, atau krisis harga/inflasi. Krisis-krisis  tidak hanya melukai perekonomian dalam jangka waktu yang lama, tetapi dapat juga memancing terjadinya krisis sosial dan krisis politik. Indonesia mengalaminya ketika krisis moneter dan krisis ekonomi berat terjadi pada tahun 1997/1998, yang memicu krisis sosial dan krisis politik, bahkan pergantian rejim.

Sehingga kebijakan ekonomi, baik dari sisi fiskal mapun moneter, diformulasikan sedemikian rupa untuk menjaga stabilitas pertumbuhan, mengurangin fluktuasi yang berlebihan dalam perekonomian, baik overheating maupun krisis. Jika kita perhatikan, misalnya, pengambilan keputusan kebijakan moneter oleh bank sentral di seluruh dunia, termasuk di Indonesia oleh BI (Bank Indonesia), pada dasarnya menilai dan memahami siklus perkembangan ekonomi. Hal ini bertujuan untuk mengambil kebijakan dalam  menjaga stabilitas, atau meng-counter cycle siklus ekonomi yang terjadi/diperkirakan terjadi, dan menggiring ke tingkat stabilitas yang diinginkan.

Jadi, landasan bagi setiap pemerintahan dalam merumuskan kebijakan ekonomi dan kebijakan lainnya, dalam konteks perekonomian, haruslah 3 faktor ini: tumbuh, merata, dan stabil. Sederhana dan sangat masuk akal kan? Tapi ini bukan penemuan saya, bukan pula sesuatu yang tidak diketahui para ekonom.

Trilogi Pembangunan dan 8 Jalur Pemerataan

Bagi Anda yang sempat mengenyam bangku pendidikan menengah atau tinggi pada jaman orde baru harusnya pernah mendengar istilah Trilogi Pembangunan. Kalau Anda lupa, wajar sekali. Karena era order baru adalah jaman yang penuh propaganda, kita seringkali dibanjiri berbagai pesan dan propaganda, sehingga seringkali banyak propaganda ini hanya numpang lewat di kepala dan fikiran kita.
Trilogi Pembangunan adalah pedoman bagi pembangunan nasional. Trilogi pembangunan ini terdiri atas tiga aspek berikut:

  • Stabilitas Nasional yang dinamis
  • Pertumbuhan Ekonomi yang tinggi, dan
  • Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya.

Jadi orde baru jauh-jauh hari telah memahami bahwa pembangunan tidak akan dapat tercapai secara optimal jika tidak memenuhi tiga aspek ini: stabil, tumbuh, dan merata. Hebat bukan?
Berkaitan dengan konsep Trilogi Pembangunan ini, pemerintahan orde baru memberi perhatian khusus pada pentingnya pemerataan, yang dirumuskan dalam apa yang dinamakan dengan 8 Jalur Pemerataan:

  1. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang dan perumahan.
  2. Pemerataan memperoleh kesempatan pendidikan dan pelayanan kesehatan
  3. Pemerataan pembagian pendapatan.
  4. Pemerataan kesempatan kerja
  5. Pemerataan kesempatan berusaha
  6. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
  7. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah Tanah Air
  8. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.

Luar biasa bukan?

Antara Pedoman dan Prestasi

Trilogi Pembangunan sepertinya pedoman yang sangat ideal dalam pembangunan negara kita. Pertanyaannya, apakah order baru sukses dalam mengeksekusi pedoman Trilogi Pembangunan dan 8 Jalur Pemerataan di atas? Mungkin perlu diskusi panjang dan mendengarkan berbagai perspektif yang berbeda sebelum dapat memberikan jawaban yang definitif.

Akan tetapi, dibalik prestasi ekonomi dalam era orde baru, banyak catatan-catatan juga yang diberikan. Misalnya saja, yang dimaksudkan stabilitas pada Trilogi Pembangunan tidak hanya stabilitas ekonomi, tapi stabilitas nastional secara keseluruhan, terutama sosial dan politik. Pemerintah order baru percaya tanpa stabilitas nasional, pembangunan ekonomi tidak dapat dilakukan. Namun, dalam rangka mencapai stabilitas ini, banyak ekses-ekses negatif yang terjadi berkaitan dengan hak-hak warga negara, karena perangkat  pemerintahan orde baru kadang kala cukup represif dalam menjaga stabilitas nasiional.

Tingkat pengangguran secara umum cukup rendah pada jaman orde baru, dan indeks koefisien gini juga relatif rendah, yang artinya mengindikasikan terjadinya pemerataan yang baik. Akan tetapi kesenjangan juga terjadi antar daerah, antar Jawa dan Luar Jawa, dan sebagainya. Selain itu, rezim orde baru juga sengaja atau tidak telah menyuburkan terbentuknya kroni-kroni yang memiliki konsesi istimewa yang berkontribusi terhadap terkonsentrasinya kekayaan pada segelintir orang.

Tidak ada krisis ekonomi yang cukup berat pada jaman orde baru, meskipun pengelolaan inflasi dan moneter tidak terlalu ideal dan beberapa kali bermuara pada devaluasi nilai Rupiah. Namun, di akhir pemerintahan orde baru terjadi krisis moneter yang menjurus menjadi krisis ekonomi yang cukup parah.

Terlepas dari prestasi dan kritik terhadap kinerja perekonomian orde baru, konsep Trilogi Pembangunan masih sangat relevan. Demikian juga 8 jalur pemerataan, mengingat meningkatnya kesenjangan perekonomian di Indonesia 15 tahun terakhir  ditandai dengan melesatnya koefisien gini dari 0.30 ke atas 0.40.

Jadi, ingat: Tumbuh. Merata. Stabil.

— Baca juga: Faktor yang Mempengaruhi Kurs Mata Uang

— Baca juga: Cash is King, but Too Much Cash Will Kill You

Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com


Feel free to share with buttons below. Thank you.

LEAVE A REPLY