“Absurdum est ut alios regat, qui seipsum regere nescit (It is absurd that a man should rule others, who cannot rule himself).”
—Peribahasa Latin

Dalam sebuah forum senior leadership development yang saya hadiri beberapa tahun silam, seorang fasilitator memberikan sebuah pertanyaan pada para audience, mengenai tantangan yang dihadapi dalam memimpin perusahaan atau timnya masing-masing dalam setahun terakhir. Sang fasilitator meminta kami mengkategorikan berbagai tantangan tersebut berdasarkan hubungan dengan pihak lain, baik atasan, bawahan, maupun rekan kerja/rekan satu level (peers).

Kemudian dengan antusias kita satu sama lain mendiskusikannya, sepertinya kesempatan untuk curcol mengenai atasan atau bawahan masing-masing. Fasilitator kemudian bertanya, apakah dari isu-isu tersebut ada yang berkaitan dengan diri kita sendiri.

Hmmm…Saya ingat satu kali sebuah presentasi tidak berjalan dengan baik karena saya tidak sabar dalam menghadapi bawahan dan mungkin juga kurang efektif dalam mengkomunikasikan apa yang saya inginkan. Akibatnya, kekesalan saya membuat bawahan panik dan berpengaruh pada presentasi yang dia bawakan pada sebuah pitching bisnis yang sangat penting.

Pernah juga suatu kali ide dan proposal saya, yang menurut saya sangat masuk akal dan menguntungkan semua pihak, tidak didukung rekan-rekan saya yang lain. Kemungkinan besar mereka akan mendukung jika saya menjelaskannya dengan lebih meyakinkan, dengan argumen yang solid, dilengkapi dengan data yang mendukung.  Dan saya tahu, dukungan dari atasan kadang tidak maksimal, karena saya tidak terlalu “dekat” dengan dia,  saya cenderung berinteraksi dengan atasan ketika ketika hanya diminta atau ketika butuh solusi dan dukungan.

Kepemimpinan yang Multidimensi

Seperti orang-orang bilang, leadership itu multidimensi, tidak hanya memimpin dan mengelola bawahan, tetapi juga mengelola dan ‘memimpin’ rekan dan atasan. Dalam kata lain, sebagai pemimpin kita tidak hanya lead atau manage down,  tetapi juga lead up dan lead across. Karena setiap pemimpin hampir dipastikan punya pimpinan juga dan punya rekan kerja, atau setidak-tidaknya yang dapat dikategorikan seperti itu.

Namun, ada dimensi lain dalam kepemimpinan yang tidak kalah pentingnya, selain lead up, lead down, dan lead across…yaitu lead in. Dengan kata lain, bagaimana kita memimpin diri sendiri, alias self leadership.

Apa itu self leadership atau kepemimpinan diri? Apa yang harus dipimpin?

Definisi tentang pemimpin sering dikaitkan dengan influence atau pengaruh. Pemimpin adalah orang yang mampu mempengaruhi, memotivasi, dan menginspirasi orang lain untuk melakukan apa yang dia inginkan. Hal yang sama berlaku dengan self leadership, bagaimana diri kita mempengaruhi, memotivasi, dan menginspirasi diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang ingin kita lakukan dalm rangka mencapai sesuatu. Dan itu tidak gampang.

Bayangkan jika Anda seorang pemimpin sebuah tim, organisasi, atau bisnis. Banyak stakeholders, atau pihak-pihak yang berkepentingan, yang harus anda kelola dan pimpin. Mulai dari bawahan, atasan, peers, pemegang saham, klien atau pelanggan, regulator, masyarakat sekitar, dan lain-lain. Kesuksesan Anda sebagai pemimpin sepenuhnya tergantung bagaimana anda mengelola semua stakeholders tersebut. Masing-masing stakeholders ini memiliki karakteristik sendiri-sendiri, dengan kepentingan mereka sendiri-sendiri. Anda harus mengembangkan strategi yang berbeda dalam mengelola masing-masing stakeholders tersebut. Tentu, sebelum memikirkan strategi tersebut, Anda terlebih dahulu harus mengenal dan memahami para stakeholders tersebut dengan baik.

Memimpin Diri Sendiri

Mengelola diri sendiri tak ubahnya seperti mengelola organisasi atau bisnis, seperti yang saya deskripsikan di atas. Di dalam setiap diri kita ada berbagai macam “stakeholders” yang harus kita kelola. Ada ego kita yang butuh pride, ada introvert dalam diri kita yang  butuh kesendirian, ada sensitivitas dalam diri kita yang butuh peluapan berbagai macam emosi, ada narcissistic dalam diri kita yang butuh dipandang dan diakui. Juga, di dalam diri kita ada nilai-nilai kultur dan agama yang kita anut dan tidak ingin terganggu, ada nilai-nilai serta prioritas personal dan keluarga yang kita harus pegang, ada cara kita menikmati dan memaknai hidup, dan lain-lain. Itu adalah semua “stakeholders” dalam diri kita dengan kepentingannya masing-masing.

Dengan demikian, langkah pertama dalam self leadership adalah mengenal dan memahami diri sendiri (self awareness), membangun kesadaran/awareness tentang siapa sih diri kita sebenarnya, apa yang kita inginkan, dan bagaimana cara kita ingin mencapai tujuan tersebut. Mengenal diri sendiri tidak hanya mengenai kekuatan atau kelemahan kita, tetapi juga kepribadian/personality kita secara umum. Lebih dari itu, kita harus juga memahami nilai-nilai hidup yang kita pegang, perspektif, kebutuhan emosional, dan lain-lain. Dalam kata lain, yang harus kita lakukan adalah mengidentifikasi “stakeholders” di dalam diri kita dan memahami karakter(istik) serta kepentingannya.

Hanya dengan memahami diri sendiri kita dapat mengelola diri sendiri, untuk kemudian mempengaruhi, memotivasi, dan menginspirasinya. Begitu kita mampu mengelola dan memimpin diri sendiri, memimpin orang lain akan menjadi jauh lebih mudah. Tapi sebaliknya, jika kita tidak mampu mengelola diri sendiri, maka seperti peribahasa latin yang saya kutip di awal tulisan ini: Absurdum est ut alios regat, qui seipsum regere nescit…sebuah hal yang absurd jika Anda ingin memimpin orang lain, alias mimpi aja lo, bro.

— Baca juga: Ke(tidak)sempurnaan Seorang Pemimpin

— Baca juga: Negeri Kita Berdarah-darah Karena Hutang?

Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com


Feel free to share with buttons below. Thank you.

1 COMMENT

LEAVE A REPLY