Terasa hangat menggenggam tangan istri ketika kami berjalan berdua menjelang tengah malam, di antara rumah-rumah kayu yang khas dan indah. Suhu terbaca 10 celcius di telepon seluler saya. Langkah  terasa  ringan, karena gravitasi bumi membantu kaki kami menelusuri jalanan yang menurun dan kadangkala menapaki beberapa anak tangga.

Kami sedang berada di kota Bergen, kota terbesar kedua di Norwegia, setelah Oslo, namun dianggap jauh lebih indah dari Oslo. Kami baru sampai di Bergen pagi hari itu, terbang dari Kopenhagen, Denmark. Bergen merupakan salah satu kota yang relatif besar yang berada jauh di utara bumi mendekati kutub, lebih ke utara dibandingkan kota-kota besar lain di Skandinavia seperti Oslo, Kopenhagen, Stockholm, ataupun Helsinki.

Rumah kayu berwarna merah yang kami sewa, berada di lereng bukit di atas Bryggen (kota tua Bergen).

Saya dan istri baru saja selesai menikmati makanan berbuka puasa. Sambil menunggu 1-2 jam sebelum makan lagi untuk “sahur”, saya dan istri memutuskan berjalan menuju Bryggen, daerah kota tua Bergen yang berada di pinggir sebuah teluk kecil yang menjadi pelabuhan kota tua Bergen. Jaraknya hanya beberapa ratus meter saja dari sebuah rumah kayu yang kami sewa.

Ya, waktu itu menjelang akhir bulan Juni, sekitar mid summer dimana Bergen mengalami hari siang yang terpanjang dalam setiap tahunnya. Itulah sebabnya kenapa kami baru berbuka puasa pada sekitar jam 23.15, dan kira-kira 3 jam setelah itu  pun harus memulai puasa lagi.

Jalanan menanjak di kompleks perumahan kayu.

Jadi meski pun kami berjalan menjelang midnight, langit masih cukup terang karena masih suasana Maghrib. Bahkan, sebetulnya, terasa lebih terang daripada suasana Maghrib di tanah air, lebih tepatnya seperti sore hari menjelang senja. Kami melewati jalan-jalan kecil dan gang di antara rumah-rumah kayu khas kota Bergen, yang berwarna-warni. Bergen merupakan kota yang memiliki rumah berarsitektur kayu terbanyak di Eropa, dan menjadi salah satu daya tarik kota Bergen bagi pengunjung.

Pada satu sore, di antara rumah-rumah kayu bercat putih bersih di langit  yang biru cerah.

Kota Bergen  didirikan pada abad 11, dan sempat menjadi ibu kota Kerajaan Norwegia pada masa itu. Bryggen sendiri dibangun dan mulai berfungsi sebagai dermaga pelabuhan dan pusat perdagangan sejak abad 12. Bergen mencapai masa jayanya pada abad 14 dan abad 15, ketika  Hanseatic League  dari Jerman membangun perwakilan dan mengembangkan Bergen sebagai salah satu pusat perdagangan di kawasan Eropa Utara.  Hanseatic League  membangun pelabuhan dan gedung-gedung kayu di sepanjang pelabuhan dan dermaga.

Hanseatic League  merupakan asosiasi pedagang dari Jerman yang menguasai perdagangan di kawasan Eropa Utara. Namun, pada prakteknya, dengan kekuatan dan pengaruhnya, Hanseatic memiliki kekuasaan yang menyerupai sebuah negara, dan kota-kota dimana Hanseatic membuka perwakilannya, tak ubahnya seperti sebuah koloni yang bergabung dalam bentuk konfederasi. Orang-orang Hanseatic, yang berasal dari Jerman,  memiliki status istimewa dan berdiam di kawasan khusus di sekitar Bryggen, pada masa itu. Ada sebuah gedung kayu di Bryggen yang dulunya digunakan sebagai tempat tinggal dan kantor kaum Hanseatic, saat ini dijadikan sebuah museum untuk menggambarkan bagaimana mereka dulu hidup dan tinggal di kota Bergen

Suasana Bryggen di siang hari, di antara deretan gedung-gedung kayu tua peninggalan jaman Hanseatic.

Meskipun Bergen, dan termasuk Bryggen, sering dilanda kebakaran pada jaman dulu kala, akan tetapi semua gedung-gedung dan infrastruktur yang rusak dibangun kembali sesuai dengan desain awal. Sehingga saat ini sebagian besar gedung-gedung kayu di Bryggen tak banyak berbeda dengan situasi pada abad 14 lalu. Tak salah UNESCO menetapkan Bryggen sebagai salah satu UNESCO World Heritage Site yang dilindungi.

Anyway, meskipun sesekali kami berhenti melihat suasana sekitar, tak butuh waktu lama bagi saya dan istri mencapai Bryggen. Bryggen cukup sepi menjelang tengah malam ini, kecuali satu dua kendaraan yang lewat sesekali, memberi kesempatan bagi kami untuk menikmati pesona kota tua yang indah ini, dan membayangkan kesibukan pebisnis dan pedagang di jaman dahulu kala. Saya mencoba memvisualisasikan imajinasi yang saya peroleh ketika mengunjungi Hanseatic Museum pada siang harinya.

Gedung-gedung kayu di dalam kompleks Bryggen, yang dulunya merupakan pusat bisnis dan perdagagan kota Bergen. Sekarang sebagian besar digunakan untuk restoran dan toko-toko handicraft dan souvenirs.

Saya menoleh  telepon seluler saya,  waktu mulai mendekati pukul 00.00 tengah malam. Salah satu tujuan kami berjalan menuju Bryggen ini adalah memang untuk mengabadikan midnight di tengah musim panas di negeri yang jauh di utara bumi ini. Meskipun Bergen masih beberapa ratus kilometer dari garis artik, yang artinya matahari tengah malam tak dapat dilihat di sini, namun suasana midnight sangat mengesankan bagi saya. Suasananya tak ubahnya sore hari menjelang maghrib, langit masih berwarna biru meskipun agak temaram.

Dan, sebetulnya, malam memang tak pernah benar-benar datang. Karena langit tak pernah kelam, hanya berubah biru temaram sebelum pagi hadir lagi bersama sinar matahari tak lama kemudian.

Keinginan istri saya untuk berfoto di Bryggen tepat pada jam 12 malam atau pukul 00.00, kesampaian juga. Walau ia tak mau menghadap kamera. Seperti terlihat di foto, suasana masih cukup terang.

 

 

Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com


Feel free to share with buttons below. Thank you.

LEAVE A REPLY