B

eberapa hari yang lalu, dalam sebuah pembicaraan tentang bisnis dan investasi, salah seorang senior saya dari Teknik Elektro ITB  memberikan sebuah ‘tips’: “Investasi dan bisnis yang paling cepat adalah di industri penerbangan…cepat bikin bangkrut”. Beliau memang setengah bercanda, tetapi yang disampaikannya banyak memiliki kebenaran. Investor dan fund manager, termasuk saya, juga memiliki persepsi yang sama, industri airlines sepertinya adalah industri yang ditakdirkan untuk merugi, kecuali beberapa yang berani melawan takdir!

Namun, yang menggugah saya untuk menulis artikel ini sebetulnya adalah sebuah headline di koran Bisnis Indonesia hari ini mengenai rencana Air Asia Indonesia untuk melakukan backdoor listing  di Bursa Efek Indonesia (BEI). Beberapa concerns  dan pertanyaan muncul di artikel tersebut berkaitan dengan transparansi, kondisi keuangan AirAsia Indonesia yang masih merugi, dan juga efek dilusi terhadap investor dari perusahaan yang dijadikan ‘kendaraan’ oleh Air Asia Indonesia untuk melantai di BEI.

backdoor listing
Source: Bisnis Indonesia, 31 Agustus 2017.

Apa itu Backdoor Listing?

Saya yakin beberapa dari sahabat pembaca sebelumnya pernah membaca tentang backdoor listing dan bertanya-tanya, apa sih backdoor listing itu.

Sebuah perusahaan yang ingin mendaftarkan perusahaannya di bursa efek agar sahamnya dapat diperdagangkan, tentu harus mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan bursa efek dan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Perusahaan harus menjadi perusahaan publik, misalnya dengan melakukan IPO atau penawaran saham pada masyarakat banyak. Ada beberapa persyaratan yang diterapkan oleh OJK dan bursa efek, seperti kondisi keuangan, tata kelola peruahaan, dan lain-lain.

Lalu bagaimana dengan perusahaan yang tidak ingin melewati persyaratan dan proses seperti itu? Mereka bisa lewat pintu belakang. Betul, mencatatkan sahamnya melalui pintu belakang alias backdoor listing.

Tapi jangan salah tangkap, backdoor listing bukan berarti kongkalingkong dengan pejabat atau petugas tata usaha otoritas dan bursa. Bukan. Pencatatatn saham melalui “pintu belakang” ini resmi dan biasa dilakukan. Bagaimana caranya? Sederhana sekali.

backdoor listing

Umpama, saya punya perusahaan PT Frindos Airlines, dan  ingin mencatatkan sahamnya di BEI namun tidak ingin melakukan prosedur seperti IPO. Atau, PT Frindos Airlines belum memiliki persyaratan yang dimiliki, misalnya masih merugi terus, modal cekak, dan lain-lain. Namun, saya merasa PT Frindos Airlines perlu menjadi perusahaan publik untuk mendukung bisnis perusahaan, atau rencana bisnis dan investasi saya sebagai pemegang saham. Jadi, saya ingin PT Frindos Airlines memiliki baju baru atau kendaraan baru sebagai perusahaan publik yang tercatat di bursa efek, sehingga nampak lebih cantik dan bisa melaju kencang.

Yang perlu saya lakukan adalah mencari perusahaan lain yang sudah terdaftar di bursa efek yang saya rasa cocok, misal PT Angin Publik Tbk. Lalu saya minta perusahaan tersebut membeli PT Frindos Airlines. As simple as that. Sekarang PT Frindos Airlines sudah menjadi bagian dari perusahaan publik, karena sudah dimiliki oleh PT Angin Publik Tbk.

Pertanyaannya, kalau begitu PT Frindos Airlines sudah bukan milik saya lagi dong, tetapi milik PT Angin Publik Tbk. Betul, milik PT Angin Publik Tbk, tapi bukan berarti bukan milik saya lagi. Caranya? Gampang, saham PT Angin Publik Tbk saya beli dan kuasai, jadilah saya pemilik PT Angin Publik Tbk yang selanjutnya memiliki PT Frindos Airlines. Uangnya dari mana? Saya kan terima uang ketika PT Frindos Airlines dibeli oleh PT Angin Ribut Tbk. Jadi bagi saya, kurang lebih, hanya perubahan pada level kepemilikan saja, tadinya langsung di PT Frindos Airlines, sekarang melalui PT Angin Publik Tbk. Atau cuma sekedar share swap, pertukaran saham.

Pertanyaan berikutnya, PT Frindos Airlines tidak sepenuhnya dong menjadi perusahaan publik, hanya menjadi salah satu “divisi” atau anak perusahaan dari PT Angin Publik Tbk bersama dengan bisnis awal yang dimiliki oleh PT Angin Publik Tbk. Pada prakteknya, perusahaan yang dijadikan kendaraan untuk backdoor listing adalah perusahaan kecil, atau perusahaan yang bisnisnya tidak signifikan dibandingkan perusahaan yang ingin backdoor listing.

Jadi kalau bisnis Frindos Airlines memiliki skala bisnis sebesar Rp1triliun, PT Angin Publik Tbk bisnisnya mungkin Rp50 miliar atau lebih kecil lagi atau mungkin sebuah perusahaan publik yang operasionalnya sudah tidak banyak berjalan. Atau, seringkali juga, bisnis lain dari PT Angin Publik Tbk didivestasikan atau dijual ke pihak lain, sehingga PT Angin Publik Tbk sekarang semata-mata bisnisnya hanyalah Frindos Airlines.

Lalu langkah terakhir untuk menghapus “jejak”  bisnis PT Angin Publik Tbk sebelumnya, nama PT Angin Publik Tbk saya rubah menjadi PT Frindos Airlines Holding Tbk. PT Angin Publik Tbk lenyap sudah, sekarang yang ada hanyalah PT Frindos Airlines Holding Tbk yang memiliki PT Frindos Airlines yang memiliki bisnis penerbangan dengan nama komersial Frindos Airlines. Selesai. Done.

— Baca juga: Industri Penerbangan: Cantik tapi Bikin Rugi?

Masuk Lewat Pintu Belakang, Tetapi Tetap Harus Kulo Nuwun

backdoor listing
credit photo to catperku.com

Meskipun backdoor listing ini tidak melalui proses pencatatan dan IPO seperti biasanya, bukan berarti tidak ada prosedur dan persyaratan tertentu yang harus dilewati. Di masa lalu backdoor listing mungkin  dinilai cara gampang untuk melakukan IPO di Indonesia, saat ini tidak bisa dianggap demikian lagi. Sekarang, OJK langsung atau tidak langsung juga melakukan review terhadap perusahaan yang ingin melakukan backdoor listing, yang dalam beberapa hal serupa ketika perusahaan hendak melakukan IPO.

 Dan seperti contoh saya di atas, PT Angin Publik Tbk adalah perusahaan publik terbuka, sehingga wajib memenuhi semua persyaratan sebagai perusahaan publik, termasuk ketika melakukan corporate action,  seperti akuisisi dan right issue berkaitan dengan akuisisi PT Frindos Airlines tersebut.

 

Right issue adalah pemberian hak kepada semua pemegang saham PT Angin Publik Tbk untuk melakukan penyetoran modal modal supaya mereka tidak terdilusi (turunnya persentase kepemilikan), ketika PT Angin Publik Tbk melakukan penambahan modal perusahaan dalam rangka mengakuisisi PT Frindos Airlines.

Jangan lupa ada biaya-biaya tertentu yang harus dipertimbangkan dalam backdoor listing, yaitu harga deal  atau harga pembelian PT Angin Ribut Tbk yang saya sebagai pemilik PT Frindos Airlines telah sepakati. Demikian juga dengan berbagai kewajiban finansial, bisnis, atau legal dari PT Angin Ribut Tbk juga dialihkan pada perusahaan dan pemegang saham baru, yaitu saya dan PT Frindos Airlines.

Dengan segala macam proses dan biayanya, backdoor listing belum tentu selalu lebih cepat, gampang, dan murah dibandingkan IPO. Akan tetapi, tentu dalam kasus-kasus tertentu, backdoor listing lebih praktis dan memungkinkan dibandingkan IPO.

By the way, kembali pada tulisan awal saya, bagaimana dengan industri penerbangan yang takdirnya selalu merugi? Untuk menghindari tulisan yang berpanjang-panjang, perkenankan saya untuk menuangkannya dalam sebuah tulisan yang lain.

backdoor listing

Sebelum saya akhiri, saya ingin sedikit meneruskan kutipan dari senior saya tadi. Menurut dia, yang memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup panjang di dunia penerbangan, sebetulnya selalu ada peluang bisnis dan investasi yang menarik di industri penerbangan, termasuk di tanah air. Sepertinya ia memiliki trik untuk melawan “takdir” industri airlines yang cenderung merugi itu. Barangkali.

— Baca juga: Industri Penerbangan: Cantik tapi Bikin Rugi?

— Baca juga:  Pemahaman yang Keliru tentang Aktivitas Ekonomi dan Penciptaan Uang

 

Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com


Feel free to share with buttons below. Thank you.

LEAVE A REPLY