E

SG adalah strategi dan produk investasi yang bertumbuh paling cepat di seluruh dunia dalam beberapa tahun terakhir.  Investasi ESG memiliki sejarah panjang, dan bermula dari investasi yang sekedar mempertimbangkan aspek etis, seperti menghindari investasi pada perusahaan rokok atau minuman keras. Kemudian,  terutama dalam 10-15 tahun terakhir berkembang mengadopsi berbagai aspek berkelanjutan (sustainability), dan melahirkan berbagai inovasi di pasar modal.

Investasi berkelanjutan pada dasarnya adalah investasi yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan, selain faktor keuangan tentunya. Oleh karena itu saat ini investasi berkelanjutan, terutama dalam konteks pasar modal, lebih dikenal sebagai Investasi ESG (Environment, Social, Governance)

Faktor-faktor terkait lingkungan (E) misalnya, pengelolaan emisi karbon, konservasi energi, keanekaragaman hayati, pengelolaan sampah, polusi, dan lain sebagainya.  Contoh dari faktor sosial (S), termasuk mendorong kesetaraan gender, pemberdayaan dan pelibatan komunitas, berlaku fair terhadap karyawan, menjaga integritas dan kerahasiaan nasabah, dan lain-lain.  Sementara, dari sisi tata kelola (G), perusahaan dapat dinilai dari independensi dewan komisaris dan direksi, kompensasi manajemen yang fair dan transparan, dan aspek tata kelola lainnya.

Hubungan Timbal Balik Antara Portofolio Investasi dengan Lingkungan dan Sosial

Ada dua perspektif mengenai keterkaitan ESG dan investasi, yaitu perspektif “impact OF portfolio” dan “impact ON portfolio.”

PHILIPPE BURGER: SA needs a green, urban-driven investment strategy to realise growthImpact OF portfolio memandang bagaimana portfolio investasi memberikan dampak, terutama dampak negatif, pada lingkungan dan masyarakat. Investasi berkelanjutan pada awalnya menggunakan cara pandang ini, dan sebagian besar masyarakat, regulator, atau NGO melihat dari perspektif ini. Tujuannya adalah agar investasi dan bisnis tidak merugikan masyarakat, tidak merusak lingkungan.

Sementara impact ON portfolio melihat sebaliknya, bagaimana isu-isu lingkungan dan sosial memberikan dampak, positif atau negatif, pada portofolio investasi. Misalnya, jika perusahaan tidak mempedulikan dampak polusi, maka pada akhirnya ini akan memberikan konsekuensi finansial pada perusahaan, baik dari masyarakat, regulator, konsumen, atau perubahan lanskap bisnis.

Tidak hanya risiko tapi juga kesempatan. Perusahaan energi yang menyelaraskan bisnisnya dengan tren perubahan iklim, misalnya, akan mengambil kesempatan untuk berinvestasi di bidang renewable energy, dan mengurangi bisnis batubara, karena batubara kelak akan ditinggalkan konsumen, dan dibatasi regulator.

Nah, perkembangan pesat investasi ESG belakangan ini, lebih banyak dipicu oleh pendekatan yang kedua, yaitu investor ingin menghindari risiko serta mencari kesempatan dari faktor-faktor ESG. Hal ini merupakan fiduciary duty, atau tanggung jawab investor atau fund manager kepada pemilik dana yang dikelolanya.

Dapat disimpulkan, kedua pendekatan yang datang dari arah berbeda ini bertemu di tengah. Dengan kata lain, if you do not harm the environment and society, if you do good to the environment and society, they will somehow reward you. Berbagai studi dan riset menunjukkan bahwa, dalam jangka panjang, kinerja perusahaan dan investasi yang mengadopsi prinsip ESG akan lebih baik daripada kinerja pasar.

Memahami Berbagai Strategi Investasi ESG

Secara umum strategi investasi ESG atau investasi berkelanjutan terbagi dalam dua kategori besar. Yang pertama, investasi yang bertanggung jawab (responsible investing), investasi yang menghindari dampak negatif pada lingkungan dan social (do no harm). Kadang kala istilah investasi ESG mengacu hanya pada kategori do no harm ini.

Yang kedua, bergerak lebih jauh, yaitu investasi yang juga bertujuan memberikan dampak positif pada lingkungan dan social (do good),  atau investasi berdampak (impact investing).

Mari kita kenali satu per satu dari tujuh strategi investasi berkelanjutan atau ESG yang biasa dipraktikkan di pasar modal, yang satu sama lain terkadang  beririsan.

  1. Exclusionary

Strategi yang kadang disebut juga sebagai negative screening ini, cukup sederhana, dan paling awal digunakan investor namun masih cukup dominan hingga saat ini.

Germany opens its last coal-fired power plant | TheMayor.EUSesuai namanya, strategi ini meng-exclude atau men-screen out perusahaan-perusahaan atau objek investasi yang bisnisnya dianggap berdampak negatif terhadap lingkungan atau sosial. Bisnis yang dianggap negatif secara lingkungan dan sosial biasanya, rokok, batubara, senjata pemusnah massal, perjudian, dan lain-lain.

Investor juga bisa mendefinisikan sendiri bagaimana mereka menyaring perusahaan-perusahaan yang dianggap memberikan dampak negatif pada sosial dan lingkungan.

  1. Best in Class

 Strategi yang kedua adalah best in class atau positive screening. Sesuai namanya, strategi ini menilai dan meranking perusahaan-perusahaan berdasarkan faktor-faktor ESG, lingkungan, sosial, dan tata kelola. Kemudian, investor memilih hanya berinvestasi pada perusahaan yang nilai ESGnya tinggi.

Apa yang membedakan strategi ini dengan strategi yang pertama? Strategi ini bisa saja berinvestasi pada sektor yang dianggap “negatif” seperti batubara, namun hanya perusahaan batubara yang nilai ESGnya paling tinggi. Sebaliknya, investor tidak mesti berinvestasi pada semua perusahaan yang bisnisnya dianggap “positif”, misalnya perusahaan renewable energy, jika ranking ESGnya rendah.

  1. ESG Integration

 ESG integration merupakan strategi yang berkembang paling pesat belakangan ini. Sesuai namanya, pada strategi ini investor atau manajer investasi “mengintegrasikan” berbagai faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola ketika mereka menganalisa sebuah perusahaan.

Para analis atau manajer investasi akan melakukan analisa aspek-aspek ESG sebuah perusahaan, dan kemudian melakukan penyesuaian sebelum mengambil keputusan investasi. Risiko ESG yang tinggi akan berpotensi menurunkan penjualan dan/atau menaikkan biaya, sehingga forecast penjualan dan laba harus disesuaikan.

Bisa saja risiko tersebut tidak bisa secara akurat direfleksikan dengan menyesuaikan forecast penjualan atau biaya. Dalam situasi ini biasanya penyesuaian dilakukan pada valuasi. Misalnya, dengan menurunkan target PE, menaikkan risk premium.

Praktik ESG integration berbeda antara satu fund manager dan fund manager lainnya, dapat dilakukan secara kuantitatif maupun kualitatif. Secara umum, tidak sesistematis strategi #1 dan #2.

Strategi no.1, 2 dan no 3, tergolong sebagai responsible investing/do no harm. Walau pada prakteknya, pertimbangan investor melakukannya seringkali dalam rangka mengoptimalkan risiko dan potensi keuntungan portofolio, terutama strategi no.2 dan 3.

  1. Sustainability Theme Investment

Pada dasarnya ini adalah thematic investment, namun khusus dalam konteks sustainability. Jadi, ini adalah strategi investasi yang berfokus pada saham atau perusahaan dengan tema khusus terkait ESG. Misalnya, sebuah strategi investasi  yang mentargetkan perusahaan-perusahaan di bidang renewable energy, atau perusahaan-perusahan yang berfokus memberikan pelayanan keuangan pada masyarakat berpendapatan rendah.

Eastern Australia: Investments in renewables continue to plungeStrategi ini dapat digolongkan pada kategori “do good”, yaitu investasi yang selain mentargetkan keuntungan finansial, juga mengharapkan adanya dampak sosial atau lingkungan. Berinvestasi pada perusahaan renewable energy, misalnya, diharapkan berdampak pada penurunan polusi dan emisi gas rumah kaca.

  1. Green Bond

Sebetulnya, green bond serupa dengan strategi no.4, sustainability theme investment. Green bond adalah investasi dalam bentuk hutang yang diberikan pada perusahaan atau proyek yang mendukung agenda-agenda “hijau”. Milsanya, perusahaan energi bersih,  kendaraan listrik, konservasi energi, bangunan hijau, dan lain-lain. Yang membedakan dengan strategi no. 4, penggunaan dana dalam penerbitan green bond khusus untuk pembiayaan yang telah disepakati dengan investor dan harus terkait bisnis atau proyek “hijau”.

Sementara strategi no.4 biasanya investasi dalam bentuk saham (walau terkadang obligasi juga ada), dan biasanya dilakukan di pasar sekunder. Artinya, fund manager memilih perusahaan-perusahaan yang sudah mencatatkan sahamnya di bursa efek berdasarkan kriteria-kriteria yang sudah ditetapkan, misal renewable energy atau microfinance. Perusahaan tidak memiliki kesepakatan khusus dengan investor mengenai business model mereka.

Dengan konsep yang sama, obligasi yang dananya digunakan untuk bisnis atau proyek yang berdampak positif secara sosial, dinamakan Social Bond. Sementara, untuk tujuan bisnis dan proyek yang berdampak positif pada lingkungan dan sosial, dinamakan obligasi Sustainability Bond.

  1. Impact Investment

Sesuai namanya, strategi investasi ini benar-benar secara spesifik mentargetkan dampak positif pada lingkungan dan/atau sosial.

Apa yang membedakan dengan green bond? Impact investment tidak hanya memberikan pendanaan hutang seperti pada green bond, tetapi juga dalam bentuk saham. Namun perbedaan utama adalah, pada impact investment setiap objek investasi benar-benar secara spesifik disyaratkan, diukur, dan dievaluasi dampak sosial dan lingkungannya.

Misal, investasi pada perusahaan pengelola air limbah, atau perusahaan yang mertargetkan kesetaraan gender. Maka dalam strategi impact investment, perusahan tersebut harus menyatakan secara spesifik seberapa besar limbah yang mereka akan olah, atau seberapa banyak perempuan yang akan mereka berdayakan. Dan hal ini akan dimonitor dan diukur oleh investor.

Sementara pada green bond, biasanya hanya diatur secara umum. Sebagai contoh,  green bond untuk membangun PLTS, maka dana tersebut harus digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga surya, tidak untuk kepentingan lain. Tetapi biasanya tidak ada syarat bahwa ada dampak positif yang spesifik yang disyaratkan, misal jumlah rumah yang teraliri listrik bersih, penurunan polusi di Kawasan tertentu, dan lain sebagainya.

Canadian market for green bonds poised for growth | Investment ExecutiveKarena impact investment mensyaratkan dampak social yang sangat spesifik dan terukur, strategi investasi ini biasanya dilakukan pada perusahaan-perusahaan kecil menengah atau perusahaan rintisan (startup) yang business modelnya berpotensi memberikan dampak sosial dan lingkungan. Oeh karena itu, investor pada impact investment biasanya adalah modal ventura atau terkadang private equity firm. Sementara investor pada strategi 1 s/d 5 biasanya adalah manajer investasi yang berinvesasi di instrument investasi yang ditawarkan melalui penawaran umum atau yang tercatat di bursa efek.

  1. Stewardship & Engagement

Stewardship, dalam konteks investasi, adalah inisiatif yang dilakukan fund manager dalam mengawasi dan mengarahkan manajemen perusahaan, untuk melindungi hak investor pada perusahaan tersebut. Atau dengan kata lain, agar pengelolaan perusahaan memberikan manfaat yang optimal pada pemegang saham. Interaksi antara fund manager dan manajemen perusahaan biasanya dinamakan “engagement”.

Dalam konteks ESG, engagement yang dilakukan fund manager dengan manajemen perusahaan berfokus pada aspek-aspek lingkungan, sosial, dan governance. Sebab, investor percaya faktor ESG ini sangat penting bagi kinerja perusahaan.

Strategi stewardship bisa jadi strategi khusus sebuah investasi, tetapi bisa juga menjadi bagian komplementer dari strategi lainnya. Semua strategi investasi yang kita bahas di atas, kecuali strategi no.1, seringkali melibatkan engagement dalam praktiknya, terutama impact investment.

Adopsi Strategi Investasi ESG dan Indeks ESG

Secara umum, berdasarkan data GSIA (Global Sustainable Investment Alliance), strategi investasi ESG yang banyak dipakai adalah strategi no.1, exclusionary, dan strategi no. 3 ESG integration. Sementara impact investment, mencakup kurang 1% dari total dana investasi ESG, namun tumbuh pesat. Hal ini wajar, karena impact investment biasanya fokus pada perusahaan skala kecil dan menengah.

Benchmark indices end the week in green - Dalal Street Investment JournalIndeks saham ESG juga berkembang pesat. Investor yang tidak memiliki sumber daya di bidang ESG atau memutuskan untuk melakukan investasi ESG secara pasif/sistematik biasanya menggunaan indeks ESG sebagai acuan. Indeks ESG juga digunakan oleh investor yang aktif sebagai acuan dalam menyusun portofolio dan membandingkan kinerja investasi mereka.

Sebagian besar indeks ESG menggunakan strategi no.1 dan/atau strategi no.2 ,  yaitu exclusionary dan best in class.  Beberapa indeks ESG juga tersedia untuk strategi no 4 (sustainability theme investment) dan no 5 (green bond). Indeks SRI KEHATI, indeks saham ESG pertama di Asia Tenggara, dan satu-satunya di Indonesia, menggunakan kombinasi strategi no.1 dan no.2, yaitu exclusionary dan best in class.

-artikel ini sebelumnya telah dimuat di katadata.id

 

* BACA JUGA:

— Menguras Natural Capital: Ekonomi Siapa Yang Kita Perjuangkan?

— Sihir Ibukota Baru

— Ke(tidak)sempurnaan Seorang Pemimpin

— Mitos Sharing Economy dan Perusahaan Teknologi

 — Faktor-faktor yang Mempengaruhi Mata Uang Dalam Jangka Menengah 

— Louis Vuitton dan Hermes Hanya Jual Merek?

Salam, RF – www.FrindosOnFinance.com


LEAVE A REPLY